Hukum islam dan moral

Secara etimologis kata hukum bersumber dari kata ha ka ma yang berarti menolak. Terbentuklah kata “al- hakamu” yang berarti menolak kezaliman atau penganiayaan.Secara terminologi hukum adalah suatu aturan dan ukuran perbuatan yang menjuruskan perbuatan-perbuatan tersebut ke tujuan yang semestinya. Jika kata hukum bila disandingkan dengan Islam, maka yang dimaksud hukum Islam, adalah kitab Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia (mukallaf), baik berupa perintah, larangan, pilihan maupun ketetapan-ketetapan hukum kausalitas. Dalam Islam moral dikenal dengan istilah akhlak. al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menerangkan tentang definisi akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan- perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntunan agama, perilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik dan sebaliknya

Menurut Prof. Dr. Hazairin, menyatakan bahwa hukum tanpa moral adalah kezaliman, moral tanpa hukum adalah anarki dan utopia yang menjurus kepada peri-kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar pada kesusilaan yang dapat mendirikan kemanusiaan.

Sebagaimana aliran hukum alam,hukum Islam juga tidak memisahkan antara hukum dan moral. Hukum Islam memandang keduanya sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.Sebagai guide-line atau perangkat aturan, hukum tidak bisa berdiri sendiri dalam interaksinya dengan masyarakat.Sebaliknya, ia perlu disandingkan dengan komponen lain, yaitu moralitas yang dalam terminologi agama sering disebut tasawuf atau akhlaq karimah.Dalam Islam, hukum secara luas dibagi menjadi dua elemen besar, yaitu fiqh ibadah (ritual) dan fiqh mu’amalah

Dua elemen tersebut menjadi kan hukum bukan hanya faktor utama tapi juga faktor yang memberikan bentuk. Masyarakat Islam secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum,sehingga tidak ada perubahan sosial yang mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam masyarakat. Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti yang dinyatakan oleh Islam. Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa kaidah kesusilaan tidak boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al hadits

Syariah Islam adalah kode hukum dan kode moral sekaligus. Ia merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia yang berasal dari otoritas kehendak Allah yang tertinggi. Sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas

 

Dari beberapa ayat dalam Al-Qur’an dapat ditemukan tentang pelaksanaan hukum Islam yang sangat mengutamakan moral, antara lain

Surah An-Nur ayat 2:

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.(Q.S An-Nur ayat 2)

 

Ayat ini menjelaskan, dalam hukum islam  terdapat ketentuan bahwa orang yang

melakukan zina (hubungan seksual di luar nikah) diancam dengan pidana cambuk seratus kali di depan umum (orang banyak). Menurut syari’at, hubungan seksual itu sakral dan harus disalurkan secara benar dan bermoral, lewat pernikahan. Penyaluran seks di luar nikah disebut zina dan merupakan pelanggaran yang amat tercela dan merupakan perbuatan keji menurut agama. Karena zina dapat merusak akal sehat dan fitrah manusia yang suci. Hal ini dikarenakan perbuatan zina mengandung unsur melampaui batas terhadap hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita dan keluarganya.