Akhlak Rasulullah sebagai Kunci Keberhasilan dalam Berdakwah dan Implementasinya dalam Era Milineal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..

BAB I……………………………………………………………………………………….

A.    Pendahuluan

B.     Rumusan masalah

BAB II…………………………………………………………………………………………..

A.    Pengertian

B.     Dakwal bin medsos

BAB III……………………………………………………………………………………….....

A.    Kesimpulan

B.     saran

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

Pendahuluan

A.    Pendahuluan

Hal ini sangat dimungkinkan terjadi setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, juga kecenderungan masyarakat milenial yang sangat bergantung pada media. Kaitannya dengan dakwah, peran media sangat strategis dalam upaya penyampaian pesan dakwah. Media mampu menembus batasbatas ruang dan waktu. Artinya, meski dengan jarak jauh komunikasi memungkinkan dilakukan. Tidak hanya itu, media juga menawarkan kecepatan waktu dalam menyediakan beragam informasi.

Gaya hidup para anggota generasi milenial tampaknya meningkat  secara stimulus yang signifikan sejak keberhasilan teknologi baru, bisa pergi  bersama dengan keinginan singkat dan kecepatan, dan dianimasikan oleh keinginan yang harus diikuti untuk kepuasan instan dan penghargaan yang simultan. Milenial  memiliki fokus pada sesuatu "di sini dan sekarang ”dan menggunakannya untuk hidup di alam semesta kesiapan tempat untuk 'menangkap peluang’. 

Oleh karena itu, generasi yang setia, sensitif, dan penuh hormat adalah milik kepada “Generasi Diam”, yang memiliki pengalaman dramatis dari Perang Dunia Kedua (bisa jadi yang lahir antara 1925 dan 1942 berasimilasi dengan arketipe artis), diikuti oleh idealism ala Generasi Baby Boom yang kecewa (1943-1960), optimisme menjadi rusak dalamingatan anak-anak dari periode pasca-Perang Dunia II yang tumbuh di suatu era ditandai dengan revolusi hati nurani (protes menentang perang di  Vietnam, gerakan untuk kesetaraan kesempatan dan hak sipil, dll.). Dalam disposisi 'profetik' yang memiliki padanan negatif disikapi secara  pragmatis dan kecewa dari individu yang menjadi miliknya Generasi X (1961-1981), cenderung tidak percaya pada institusi dan gerakan kolektif untuk mencari jalan mereka sendiri-sendiri hidup, sejalan dengan julukan 'pengembara'. Menurut skema ini, memang demikian yang diharapkan generasi milenial (1982-2000), mengembangkan pola dasar kolaborasidan cenderung optimis, berorientasi pada kerja tim, dekat kepada orang tua dan memilikiperasaan percaya diri tentang masa depan[1].

Budaya generasi milenial, memiliki beberapa ciri khas dalam mengungkapkan berbagai hal: individu-individu ini telah tumbuh dengan perasaan istimewa 'dan menginginkan anak yang tumbuh sebagai pusat orang tua guna mereka' rasa tujuan. Lebih jauh dari itu, “orang tua helikopter ini sudah sering melindungi mereka, sebuah praktik yang cenderung mengenakan remaja dan menunda perkembangan kemandirian mereka”. Meski ada perbedaan pendapat tentang interpretasi dari generasi milenial, ciri-ciri optimisme, percaya diri, dan orientasi kerja tim, khususnya, tampaknya dikonfirmasi oleh antusiasme generasi muda terhadap teknologi baru dan sifat partisipatif penggunaan media sosial.[2]

Generasi milenial yang memiliki sikap terbuka terhadap orang lain, karena fakta bahwa mereka terbiasa hidup di lingkungan yang multkultur, didalamnya ada keterbatasan geografis yang tidak lagi diartikan sebagai penghalang, karenajaringan digital yang telah ada. Data yang dikumpulkan oleh Pew Research Center pada 2010 menawarkan bukti empiris tentang perspektif ini. Jadi, keutamaan  yang menjadi tanda-tanda generasi harus diidentifikasikan dengan kedatangan produk bernama Internet dan dengan kejayaan budaya digital[3].

Dakwah pada era milenial benar-benar harus memanfaatkan media, utamanya media-media baru. Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah cara orang berkomunikasi. Saat ini, hampir setiap orang menggunakan internet dalam mengirim, mencari, dan membaca informasi. Dalam berinteraksi pun kebanyakan melalui media sosial  dibanding komunikasi secara langsung.melalui media daring[4]

 

B.     Perumusan Masalah

1.      Bagaimana cara berdakwah di Era Milineal  ala Rasulullah?

2.      Bagaimana implementasi dakwah di Era Millineal ala Rasulullah?

 

 

 

BAB II

Pembahasan

 

A.    Pengertian  

Dakwah metode Bil Qolam yaitu cara dakwah dengan menggunakan tulisan dalam bentuk surat yang dikirim kepada para raja dan penguasa. Contoh dakwah rosul dengan metode Bil Qolam pada periode Madinah adalah adanya piagam Madinah dan surat yang ditujukan kepada kaisar Heraclius yang termasuk dalam perjanjian Hudaibiyah.6 Dan yang selanjutnya Rosul menggunakan metode dakwah Bil lisan yakni cara dakwah dengan menggunakan lisan atau ucapan yang menjelaskan pokok-pokok ajaran Islam. Contoh metode ini adalah saat Rasulullah berkhutbah. Rasulullah dalam menyampaikan dakwahnya dapat menumbuhkan dan mengarah kan semangat kebangsaan, seperti yang dilakukan di Madinah melalui “Piagam Madinah”, dimana salah satu isi piagam tersebut adalah memberikan jaminan kepada masyarakat untuk melaksaakan agamanya dan wajib membela keamanan Negara dan serangan luar.[5]

Misi utama dakwah Rosulullah adalah mewujudkan kemaslahatan semesta dari semua prinsip dan nilai-nilai universalitas Islam.Islam sebagai suatu nili-nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan bukan Islam yang dipahami sebatas simbol dan ritual peribadatan semata.Dakwah Islam merupakan perjuangan jihad di jalan Allah.[6]

Pada periode Madinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi masyarakat yang berbeda dengan masyarakat Makkah.Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural.Masyarakat yang terdiri berbagai suku, etnis dan agama.Pluralitas penduduk kota Madinah telah ada sejak sebelum kehadiran Nabi Muhammad SAW, bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan integral kota itu.

Dalam segi Agama, masyarakat Madinah menganut beberapa agama, yaitu agama Paganisme (menyembah berhala), agama Yahudi dan agama Kristen tetapi minoritas.Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural, baik agama, suku, budaya dan ekonomi[7]

Rasulullah telah membangun pemerintahan Islam di Madinah dimana masyarakatnya mempunyai latar sosial budaya yang sangat plural (majemuk).Kemajemukan tersebut terlihat pada komposisi penduduk Madinah yang didomisisli oleh berbagai golongan suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda.

Maka sangat menakjubkan sekali jika Rasulullah SAW telah berhasil mengubah kota Madinah sebagai awal mula terbentuknya negara Muslim. Mengingat Madinah tidak hanya terdiri dari beberapa kepercayaan, namun dari beberapa kepercayaan itu terbagi atas beberapa suku.Perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan dakwahnya untuk merubah masyarakat menjadi pemeluk agama Islam rahmatan lil-alamin, khususnya di Madinah tidak lepas dari penerapan metode dakwah yang digunakan Rasulullah merupakan sosok yang paling ideal yang menjadi contoh dan panutan dalam segala hal.Ia adalah seorang sahabat yang baik hati, juga seorang pemimpin yang bijak, seorang suami yang sayang keluarga.

Yang menarik bagi penulis dari dakwah Islamiyah Rasulullah SAW pada masaperadaban Islam adalah adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui dala menyampaikan agama Islam.Melalui tahapan dakwah periode Madinah Rasulullah membangu pemerintahan Islam yaitu mengubah susunan masyarakat, dari susunan masyarakat prasejarah Islam ke masyarakat Islam yang bersistem keadilan sosial dan berdasarkan syariat Islam.Dari tahapan inilah tampak metode yang tepat yang bisa dijadikan untuk menjapai tujuan dakwah.

B.     Dakwah bil medsos

 

Semestinya dakwah ala Rasulullah SAW  disampaikan dengan tanpa adanya diskriminasi antar sesama manusia atau bahkan sesama umat Islam sendiri.

 

يَمُنُّونَ عَلَيۡكَ أَنۡ أَسۡلَمُواْۖ قُل لَّا تَمُنُّواْ عَلَيَّ إِسۡلَٰمَكُمۖ بَلِ ٱللَّهُ يَمُنُّ عَلَيۡكُمۡ أَنۡ هَدَىٰكُمۡ لِلۡإِيمَٰنِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-lak dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat tersebut lebih mengarah pada pola bernalar manusia ketika menghadapi keragaman dalam kehidupan. Bahwa segala aspek keidupan manusia senantiasa dihadapkan dengan puralitas (keragaman). Sesuai dengan ayat di atas, nalar ta’aruf adalah nalar ‘saling memahami’. Maka, keniscayaan adanya keragaman dalam menjalani hidup tidak selayaknya dihadapi dengan sikap konfrontatif terhadap yang berbeda, apalagi jika sampai memunculkan konflik yang tidak pada tempatnya.

Untuk itu, paradigma berfikir ta’aruf berarti mengupayakan untuk senantiasa berfikir objektif dan tidak tendensius, apalagi ta’asub, terhadap orang, kelompok, atau kalangan yang berbeda. Sebaliknya, harus berusaha memahami jalan hidup dan jalan pikiran mereka yang berbeda untuk meminimalisir terjadinya salah paham yang bisa memicu konflik[8].

Nalar ta’aruf (sikap saling memahami) akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan berperannya nalar tasabuq. Nalar tasabuq adalah nalar ‘saling berlomba’, berlomba dalam kebaikan. Nalar saling berlomba ini sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 148

وَلِكُلّٖ وِجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَاۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

Penutup

A.    Kesimpulan

Implementasi akhlak-akhlak Rasulullah saat dakwah di era milineal memberikan kenyamanan kepada umat manusia. Ajaran Rasulullah yang mengedepankan dialog dalam setiap masalah justru menguatkan umatnya. Sehingga adaptasi terhadap teknologi juga harus dibarengi dengan meningkatnya akhlakul karimah. Dakwah yang dipermudah menjadi “alat” mengajak setiap insan untuk selalu meperbaiki diri. Melakukan ajakan tanpa paksaan, menyebar ajaran tanpa hinaan.

 

B.     Saran

Makalah bisa menjadi rujukan untuk pembuatan karya tulis yang menelisik keterpautan akhlak Rasulullah di masa lalu dan relevansinya dengan era milineal. Penelitian juga bisa dilakukan dengan metode kuantitatif pengumpulan data melalui teknik wawancara agar mengetahui data setiap secara real.

 

Daftar Pustaka

Mutiaz, Intan Rizky. "Konstruksi Realitas Simbolik Generasi Milenial Melalui Tema Fantasi Selebgram Di Media Sosial." Jurnal Sosioteknologi 18.1 2019.

Arindita, Ruvira. "PERSONAL BRANDING MOM-INFLUENCER DAN REPRESENTASI IBU MILLENIAL DI MEDIA SOSIAL." WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi 18.1 2019.

Habibi, Muhammad. "Optimalisasi Dakwah Melalui Media Sosial Di Era Milenial." Al-Hikmah: Jurnal Dakwah 12.1 2018.

Imam Muslim, Dakwah Nabi Melalui Surat,(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2008.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Rajawali Press, 1993.

Abul Hasan Ali Al- Hasan An-Nadwi, Shirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta, Drul Manar, 2011.

Sumadi, Eko. "Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskrimasi." Komunikasi Penyiaran Islam 1.1 2016.

 

 

 



[1] Mutiaz, Intan Rizky. "Konstruksi Realitas Simbolik Generasi Milenial Melalui Tema Fantasi Selebgram Di Media Sosial." Jurnal Sosioteknologi 18.1 (2019): 115.

[2] Mutiaz, Intan Rizky. "Konstruksi Realitas Simbolik Generasi Milenial Melalui Tema Fantasi Selebgram Di Media Sosial,……., 117.

[3] Arindita, Ruvira. "PERSONAL BRANDING MOM-INFLUENCER DAN REPRESENTASI IBU MILLENIAL DI MEDIA SOSIAL." WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi 18.1 (2019): 17..

[4] Habibi, Muhammad. "Optimalisasi Dakwah Melalui Media Sosial Di Era Milenial." Al-Hikmah: Jurnal Dakwah 12.1 (2018): 103.

[5] Imam Muslim, Dakwah Nabi Melalui Surat,(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2008) hlm. 30.

[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Rajawali Press, 1993), h. 28.

[7] Abul Hasan Ali Al- Hasan An-Nadwi, Shirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, (

Yogyakarta, Drul Manar, 2011), h. 173-174).

[8] Sumadi, Eko. "Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskrimasi." Komunikasi Penyiaran Islam 1.1 (2016): 173-190.